Sekjen KIPP Ajak Pendukung Kandidat Capres/Cawapres Bersikap Rasional Menanggapi Putusan MK

Media Nasional – Menanggapi situasi politik paska pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta melihat saat ini merupakan bagian selesainya satu babak dalam pemilihan presiden (pilpres) dan juga selesainya satu babak perjalanan bangsa Indonesia. Karena pilpres kali ini adalah pilpres keenam dan merupakan pilpres kelima untuk dipilih secara langsung karena sebelum reformasi. Pada tahun 1999 pertama kali pilpres dipilih oleh DPR RI.

“Seyogyanya setiap pemilu itu menjadi bagian dari dialektika bangsa, yakni semua aspirasi yang hadir dalam proses pemilu menjadi bagian yang kemudian akan ditindaklanjuti oleh semua pihak’, ujar Kaka di Jakarta, (Rabu, 24/04/2024).

Menurutnya pada jajaran eksekutif, presiden dan wapres akan banyak menentukan bagaimana Indonesia nanti, setidaknya dalam lima tahun kedepan. Tetapi setiap periode kepresidenan atau DPR merupakan tonggak-tonggak (building block) sebuah bangsa karena itu kita harus melihatnya secara utuh dialektika apa yang telah terjadi kemarin.

Sebagai pemantau pemilu Kaka berharap proses pemilu dan hasilnya ini kemudian menjadi sebuah bahan untuk membangun bangsa Indonesia kedepan. Misalnya bagi Capres/cawapres terpilih mungkin nanti bisa membangun dan mengakomodir semua dinamikanya.

Sementara bagi capres/cawapres yang tidak terpilih atau parpol pengusungnnya bisa memberikan kontruksi pembangunan bangsa lima tahun yang akan dating menjadi lebih konstruktif.

Dalam menyikapi putusan PHPU yang dikeluarkan oleh MK terkait sengketa hasil perolehan suara pilpres 2024, Kaka optimis masyarakat akan menyikapinya secara dinamis dengan tetap memperhatikan aturan-aturan atau koridor yang berlaku dalam menyampaikan aspirasinya. Sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan terjadinya gesekan yang berpotensi memecah-belah bangsa.

“Saya pikir masyarakat dinamis saja, jika mengalami anarkisme atau kriminal ada hukumnya, sehingga masyarakat bisa menyampaikan pendapat-pendapatnya yang tentunya sesuai koridor. Sehingga aspirasi-aspirasi, pendapat atau kritik yang ada di masyarakat dapat terakomodir,” ungkap Kaka.

Ia juga menambahkan jangan sampai hanya karena demi alasan kondusifitas membuat suara masyarakat tidak terakomodir. Jika demi alasan kondusifitas, kemudian publik tidak boleh bersuara maka itu akan menimbulkan problem baru bagian dari pemerintah yang represif, yang seyogyanya tidak menjadi bagian dari demokrasi kita.

Kondusifitas seperti apa yang kita inginkan dan yang menciptakan kondusifitas itu bukan masyarakat tapi pemerintah. Karena pemerintahlah yang mempunyai aparatus, penegak hukum , aparat keamanan dan seterusnya. Sehingga tidak boleh menegasikan pikiran-pikiran yang berbeda dari semua kandidat atau pendukungnya. Para pendukung kandidat pastinya juga harus rasional. Karena kalau tidak, akan terkena kriminal, anarkisme, atau terancam pelanggaran undang-undang dan lain sebagainya. Sebab pada intinya setiap anak bangsa menginginkan Indonesia maju.

“Ketika para kandidat dan parpol masuk kedalam ruang pemilu artinya mereka sepakat untuk menggunakan cara-cara demokratis, jadi sebaiknya tidak perlu khawatir tentang ancaman provokasi yang berpotensi membelah bangsa. Sebab melalui parpol-parpol aspirasi mereka bisa tersalurkan, sehingga kita tidak perlu berlebihan menanggapi ketidapuasan pihak yang kalah pemilu. Itu justru bisa menjadi bagian dari upaya membangun dinamika dan dialektika bangsa agar menemukan konklusi terbaik dari semua pemikiran yang ada”, jelas Kaka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *